Rabu, 18 Februari 2009

JAJANAN ANAK SEKOLAH

Amankah makanan jajanan anak sekolah di Indonesia?
Kamis, 14 Oktober, 2004 oleh: gklinisAmankah makanan jajanan anak sekolah di Indonesia?Gizi.net - Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. (1) Meningkatnya makanan jajanan di banyak negara termasuk di Indonesia adalah akibat peningkatan populasi penduduk, perubahan keadaan sosio ekonomi, peningkatan angka pengangguran, urbanisasi, dan turisme. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Dari sudut pandang ekonomi, jajanan kali lima ini dapat menjadi sumber pendapatan utama. Karenanya, Pedagang Kaki Lima (PKL) juga menjadi bagian penting dalam sistem suplai makanan.Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼ waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta baru-baru ini menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp 7000. Lebih jauh lagi, hanya sekitar 5% anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah(2). Karenanya mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut. Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%(3). Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Namun demikian, keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan.Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu (4). Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B ( pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing dan mual. Karenanya Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes no. 722/Menkes/Per/IX/1998.Secara umum penyakit bawaan makanan (foodborne diseases) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di banyak negara. Karena penyakit ini dianggap bukan termasuk penyakit yang serius, maka seringkali kasus-kasusnya kurang terlaporkan. Padahal, gizi buruk dan gangguan pertumbuhan terutama bagi anak-anak adalah dua konsekuensi serius yang dapat ditimbulkan oleh berulangnya episode penyakit ini (5). Diare merupakan gejala umum dari penyakit bawaan makanan yang mudah dikenali. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menemukan bahwa diantara 100 000 balita terdapat 75 anak balita yang meninggal tiap tahunnya akibat diare.Lebih jauh tentang makanan jajanan kaki lima di sekolah, temuan baru di Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok. Berdasarkan uji lab, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax, tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop merah positif mengandung rhodamin B. Wawancara dengan PKL menunjukkan bahwa mereka tidak tahu adanya BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka jual (2). Selain itu BTP ilegal menjadi primadona bahan tambahan di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat memberikan penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya sangat cerah sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah didapat. Lebih jauh lagi, kita ketahui bahwa makanan yang dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara baik dan bersih. Tambahan lagi, kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan pangan yang aman, mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang sampah. Terjadinya penyakit bawaan makanan pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari bahan baku, penjamah makanan yang tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur penyimpanan yang tidak tepat(6). Untuk mengurangi paparan anak sekolah terhadap makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi keamanan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid, serta pedagang. Secara sinambung, sekolah dan pemerintah perlu menggiatkan kembali UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Materi komunikasi tentang keamanan pangan yang sudah pernah diproduksi salah satunya oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan dapat ditingkatkan penggunaannya sebagai alat bantu penyuluhan keamanan pangan di sekolah-sekolah.Oleh: Judhiastuty Februhartanty* dan DN. Iswarawanti**SEAMEO-TROPMED RCCN Univ. Indonesia; Koordinator Forum Pemerhati Komunikasi Gizi dan Kesehatan (FPKGK).
Daftar pustaka:
1. FAO. Street Foods. Report of an FAO technical meeting on street foods, Calcutta, 6-9 November 1995. FAO Food and Nutrition paper 63. FAO, Rome. 1997.2. Maskar D.H. Assessment of illegal food additives intake from street food among primary school children in selected area of Jakarta. Thesis. SEAMEO-TROPMED RCCN University of Indonesia. 2004.3. Guhardja S, Madanijah S, Wulandari S, Natal NPS, and Akbar M. The role of street foods in the household food consumption: A survey in Bogor. Proceeding of the 4th ASEAN Food Conference 1992. IPB Press. 1992. 4. Anita N. Mutu mikrobiologis minuman jajanan kantin di tiga sekolah wilayah Bogor. Institut Pertanian Bogor. 2002.5. WHO. Foodborne disease: a focus for health education. World Health Organization, Geneva. 2000.6. WHO/ICD/SEAMEO. Persyaratan utama keamanan makanan jajanan kaki lima. (Terjemahan). SEAMEO TROPMED RCCN UI. Jakarta. 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar